Dewi Pradewi salah satu perempuan penggila seni rajah tubuh di Pulau Bali ini baru saja meluncurkan sebuah buku tentang perempuan yang berjudul “TATO PEREMPUAN BALI” di The Magendra, Denpasar, Jumat (30/4). Buku setebal 152 halaman tersebut diawali dengan kata pengantar yang ditulis oleh aktivis perempuan Bali, Ni Luh Djelantik. Buku ini
“Ini merupakan karya tulis perdana saya dalam bentuk buku yang saya ambil dari penelitian S2 saya dalam program studi Kajian Budaya, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Udayana tahun 2019 dengan predikat Cumlaude dengan judul Tesis “ Konstruksi Stigma pada Perempuan Bali Bertato di Kota Denpasar”.
Karya ini upaya atau langkah kecil sebagai gerakan emansipatoris untuk kesetaraan antara laki dan perempuan” kata Dewi Pradewi yang juga seorang penyanyi pop bali ini.
Dewi Pradewi menjelaskan dari hasil penelitiannya bahwa tato itu bermasalah ketika digunakan oleh perempuan. Fenomena perempuan Bali bertato dalam wacana social, kultur dan moral selalu menyajikan sisi menarik yang mungkin luput dari perhatian khalayak. Tato sebagai seni dekorasi tubuh, ternyata masih menyisakan berbagai persoalan bagi perempuan Bali di tengah budaya patriarki yang keras. Dalam buku ini kita akan diskusikan bagaimana tubuh, stigma, dan perlawanan tersebut bergulat erat dalam warna warni tato perempuan Bali. Kita tidak membicarakan salah benar dalam buku ini tapi jalan tengah untuk berjalan beriringan tanpa melukai hati siapapun didalamnya. Karena semua orang punya jalan dan cara masing – masing untuk menjadi cantik atau tampan.
“Ada yang memilih cara untuk cantik dengan pergi ke salon dan saya (perempuan bertato) memilih cara Cantik dengan menggunakan tato” tegas Dewi Pradewi.
Dewi Pradewi mengajak masyarakat untuk membaca bukunya karena, banyak cerita didalamnya sebagai penerima Stigma (terstigma) dan Penstigma (pemberi stigma). Bagaimana bentuk stigmanya sendiri di masyarakat, makna hingga perlawanan yang dilakukan oleh yang terstigma. Urgensinya adalah implikasi psikis yang dialami oleh terstigma dimana ia adalah sebagai pelaku budaya yang terpinggirkan dari budaya dominan.
Sebagai kelanjutan buku ini, agar lebih diterima masyarakat, Dewi Pradewi dibantu sejumlah rekan seperti, Puja Astawa , Jun Bintang , Ajik Krisna dan tim Haibanana yang lainnya membuat project film yang diambil dari gambaran besar buku ini dengan mengambil judul film “ Dua Sisi” dan akan diputar nanti hari Jumat, 7 Mei 2021 pukul 16:00 jam di Alaya.
THANK GOD FOR GOOD KARMA